Malanginside

06 November 2008

Belalang sembah menangkap tonggeret

Mengejar keuntungan yang ada di depan, tanpa menyadari bahaya yang ada di belakang.

Peribahasa ini dikutip dari kisah yang terjadi pada Periode Musim Gugur dan Semi (770-476 SM). Pada suatu hari, saat pertemuan raja Wu dengan para jenderalnya, raja merencanakan untuk menyerang negara Chu. Para penasihat dan para jenderal yang ikut dalam pertemuan tersebut meragukan rencana tersebut karena khawatir akan adanya bahaya yang akan menyertainya, khususnya dari negara Yue. Karena keinginan raja sudah bulat, tidak ada yang berani membantah.


Untuk mengatasi hambatan komunikasi tersebut, salah seorang pejabat kerajaan itu melakukan suatu hal dengan caranya tersendiri. Ia setiap pagi berjalan berkeliling di taman yang sering dikunjungi oleh raja sambil memegang sebuah ketapel dan sesekali melihat ke atas pohon. Sudah beberapa hari ini ia lakukan hal yang sama. Pada pagi hari ketiga ia bertemu raja. Dengan perasaan heran raja bertanya,

"Kenapa Anda di sini, apa yang kamu lakukan?"

"Maaf baginda, saya sedang mengamati seekor tonggeret yang sedang beristirahat dengan santai di atas pohon, ia tidak memerhatikan adanya bahaya di belakangnya."

"Lalu kenapa?" raja bertanya dengan heran.

"Nah, di belakangnya ada seekor belalang yang melihatnya sebagai kesempatan, sedang mengulurkan lengannya ingin menangkap dan memangsanya."

Lalu si pejabat kerajaan tersebut dengan semangat melanjutkan,

"Sayangnya, belalang itu juga tidak melihat di belakangnya, berdiri seekor burung kepodang yang sedang menjulurkan lehernya dan siap-siap untuk memakannya."

"Lalu?" tanya raja lagi. Tampaknya raja semakin tertarik dengan ceritanya.

"Si burung kepondang tidak tahu bahwa di bawah sini, ada saya yang menggunakan ketapel ini dan siap membidiknya."

Ketiga binatang tersebut hanya melihat keuntungan, manfaat yang ada di depan, tanpa memerhatikan risiko yang menyertainya. Dalam hidup ini, kadang-kadang kita juga seperti ketiga binatang tersebut, kurang memerhatikan risiko dari setiap tindakan yang akan kita lakukan. Akibatnya, risiko yang akan dihadapi bisa lebih besar daripada manfaat yang akan dipetik."

Setelah mendengar cerita pejabat tersebut, raja sadar apa yang akan disampaikan oleh bawahannya ini. Akhirnya, raja menunda rencananya menyerang negara Chu.

Akhir-akhir ini, buku atau konsep yang menawarkan pola pikir positif mendapat kritikan dari beberapa ahli. Mengapa? Karena hal itu dapat diumpamakan seperti binatang-binatang di atas. Memang orang yang berpandangan positif lebih bergairah dan lebih bersemangat dalam menjalani hidup ini, terutama ketika menghadapi tantangan. Tetapi hanya berpandangan positif cenderung membuat orang lengah, kurang antisipasif, kurang tanggap, dan kurang peka dengan situasi disekelilingnya.

Seperti yang pernah saya tekankan, bahwa dalam perencanaan dan dalam menjalani hidup, seseorang seharusnya mempunyai pandangan positif, yakni melihat peluang dan tantangan di depan. Tetapi pada saat yang sama, ia juga harus berpandangan negatif terhadap apa yang direncanakan atau yang akan dikerjakan agar ia mempunyai strategi, atau jurus-jurus simpanan ketika harus menghadapi tantangan-tantangan tersebut.

Namun bila seseorang sedang mengalami masalah, ia seharusnya lebih mengaktifkan pola pikir positifnya. Ia harus bisa mengambil hikmah dari kejadian tersebut sehingga ia tidak terkungkung dalam kesedihan dan penderitaan dan bisa segera bangkit lalu berjuang lagi.

Dan sesuai dengan konsep Yin Yang, tentang keseimbangan, seseorang hendaknya mempunyai pandangan positif dan negatif dalam melihat sesuatu. (Leman)
posted by Dimas at 4:10 PM

<< Home