Malanginside

27 December 2008

Pesan untuk Salesman ku

Alkisah, Seorang pria juara lompat gawang yang memperolah banyak medali pada saat masih di Universitas. Sangat jarang ada yang bisa mengalahkannya. Dia menjadi lambang keanggunan, kegesitan, dan cara mengatur kaki secara cepat. Dia mempunyai banyak teman yang mengaguminya karena kecakapan atletisnya, dan seorang bos telah memberinya sebuah pekerjaan sebagai seorang salesman pada perusahaan asuransinya.

Tahun-tahun berlalu. Ia menikah dan sekarang mempunyai anak laki-laki berusia 5 tahun. Namun ia, entah mengapa, tidak pernah mengalami kemajuan dalam bidangnya sebagai seorang salesman. Ia menyenangkan, mudah berteman, tetapi hanya dapat menjual sejumlah kecil asuransi selama setahun. Tampaknya ia tidak mempunyai keberanian, pertahanan, atau hasrat yang lebih besar untuk meraih “kesempurnaan” seperti yang pernah ia capai saat lomba lompat gawang. Ketakutan bahwa ia tidak akan menjadi salesman yang sempurna menguasai dirinya, mengubah citra dirinya. Ia menjadi mudah frustasi ketika ditolak oleh pelanggannya. Ia lupa bahwa ia telah mengatasi kesalahan-kesalahan dalam gawang rintangan dengan berlatih di ketekunan saat dia di Universitas.
A
Suatu hari pada saat reuni kelas di Universitas, ia bertemu dengan teman sekelasnya dulu. Mereka menghabiskan banyak waktu bersama di halaman. Beberapa mahasiswa sedang berlatih melompati gawang-gawang rintangan. Teman-temannya membujuk dia untuk memperlihatkan sisa kehebatannya dulu. Ia minum satu dua teguk air dari gelasnya, membawa sepaang sepatu karet dan buru-buru melompati gawang-gawang rintangan sambil mengingat betapa hebatnya ia dulu. Ia tergelincir dan kakinya keseleo. Selama 1 bulan ia digips dan hal tersebut membuatnya berpikir, dan berintrospeksi diri.

Ia mengingat-ingat kembali bahwa ia dulu menjadi juara karena latihan yang terus menerus, dengan mengatasi kegagalan-kegagalan. Sekarang ia sadar dirinya telah tua untuk lomba lompat gawang. Namun ia ingat ketika masih mahasiswa ia memiliki percaya diri dan tahu betul kemampuannya. Ia juga ingat keberanian, harga diri, penerimaan dirinya. Ia ingat bahwa ia punya “panduan batin” (sense of direction) yang jelas ketika melompati gawang-gawang rintanan menuju cita-cita. Tiba-tiba ia sadar bahwa tidak ada alasan di bumi ini yang membuatnya tak bisa lagi menjadi seorang juara salesman. Mengapa ia tidak melompati rintangan-rintangan dalam pekerjaannya, mengapa ia tidak dapat berbuat lebih baik ? Ia tahu bahwa ketakutan dan rasa kurang percaya diri mengalahkannya dari menjadi seorang juara.

Ketika ia sudah lebih baik, ia mendekati penjualan asuransi dengan pengertian yang sama, kegigihan yang sama sebagaimana ia pernah terapkan ketika lompat gawang rintangan. Ia mencari akal bagaimana mendekati pelanggan dan mengatasi hambatan-hambatan yang mungkin. Dalam waktu kurang dari 1 tahun ia menjadi salesman top-flight, menambah jumlah pendapatannya dan ia juga hidup sangat bahagia.

Pesan :

Kita juga dapat melompati rintangan-rintangan ketegangan dan stress dengan mencegah kegagalan-kegagalan masa lalu yang menghambat kita. Kita harus mendekati cita-cita kita sekarang dengan kepercayaan, dengan keyakinan pada diri sendiri, sehingga kita dapat bangkit mengatasi kegagalan-kegagalan, ketahuilah kita dapat mengatasi problem hidup. Terutama saat-saat seperti sekarang dimaan kita mengalami krisis global, terjadi banyak pengurangan karyawan, likuidasi dan merger perusahaan, yang akan banyak berdampak pada perekonomian kita. Tetaplah optimis dan percayalah bahwa : “Di setiap krisis pasti ada peluang yang lebih besar”~Rudy Lim

Semoga bermanfaat, dan Salam Hebat Luar Biasa !


Lanjutan...
posted by Dimas at 2:38 PM

24 December 2008

Selamat Hari Ibu

Bisa saya melihat bayi saya?" Pinta ibu yang baru melahirkan anaknya, saat bayi diberikan kepadanya, sesuatu yang mengagetkan terjadi, bayi dalam gendongan itu dilahirkan tanpa kedua belah daun telinga, meski begitu si ibu tetap menimang sayang bayinya, waktu membuktikan, meski terlihat aneh dan buruk pendengaran anak itu bekerja dengan sempurna dan dengan kasih sayang dan dorongan semangat orang tuanya, ia menjadi pemuda tampan yang cerdas, ia juga pandai bergaul sehingga disukai teman-temannya, ia juga mengembangkan bakat di bidang musik sehingga tumbuh menjadi remaja pria yang disegani.

Suatu hari ayah lelaki itu bertemu dengan seorang dokter "Saya bisa memindahkan sepasang daun telinga untuk putra bapak, tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan daun telinganya, maka orang tua lelaki itu mulai mencari, siapa yang mau mendonorkan daun telinganya kepada anak mereka, beberapa bulan sudah berlalu, tibalah saatnya mereka memanggil anak lelaki itu,"Nak, seseorang yang tidak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan daun telingannya kepadamu, kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk operasi, namun semua ini sangatlah rahasia" kata si ayah.


Operasi berjalan dengan sukses, wajahnya yang tampan, ditambah kini sudah punya daun telinga membuat ia terlihat menawan, ditambah bakat musiknya, dia makin disegani dan mampu meraih menerima banyak penghargaan dari sekolahnya. Kecerdasannya kemudian membuat ia diterima bekerja sebagai diplomat, ia sangat ingin berterimakasih kepada orang yang mendonorkan daun telinga "Ya aku harus mengetahui, siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua kepadaku, ia telah berbuat sesuatu yang besar, namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya"

Ayah yakin kau tidak bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan daun telinga itu, setelah terdiam sesaat, ayahnya melanjutkan "sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini. Tahun berganti rahasia tetap tersimpan rapi, hingga suatu hari sesuatu yang menyedihkan bagi keluarga itu terjadi.

Pada hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenasah ibunya yang baru saja meninggal, dengan perlahan ayah membelai rambut ibu yang terbujur kaku lalu menyibaknya sehingga sesuatu yang mengejutkan si anak terjadi, ternyata si ibu tidak memiliki daun telinga. "Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya dan tak seorangpun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?"

Melihat kenyataan bahwa daun telinga ibunya yang didonorkan, meledaklah tangis si anak, ia merasakan bahwa cinta sejati ibunyalah yang membuat ia bisa seperti saat ini.

Pembaca yang berbahagia,

Cinta sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui namun pada apa yang telah dikerjakan tapi tidak diketahui. Kisah pengorbanan ibu tadi adalah wujud sebuah cinta sejati yang tidak bisa dinilai dan digantikan dengan apapun. Inilah makna sesungguhnya dari sebuah cinta yang murni, cinta seorang ibu kepada anaknya tanpa pamrih.

Mari tebarkan cinta dengan ketulusan dan keiklasan, kita akan menemukan kebahagiaan sejati. (AW Motivator).

Selamat Hari Ibu.



Lanjutan...
posted by Dimas at 11:04 AM

Segelas susu yang mengharukan

Suatu hari, seorang anak lelaki miskin yang hidup dari menjual asongan
dari pintu ke pintu, menemukan bahwa di kantongnya hanya tersisa beberapa sen
uangnya, dan dia sangat lapar.

Anak lelaki tersebut memutuskan untuk meminta makanan dari rumah
berikutnya. Akan tetapi anak itu kehilangan keberanian saat seorang wanita muda
membuka pintu rumah. Anak itu tidak jadi meminta makanan, ia hanya berani
meminta segelas air.

Wanita muda tersebut melihat, dan berpikir bahwa anak lelaki tersebut
pastilah lapar, oleh karena itu ia membawakan segelas besar susu. Anak lelaki
itu meminumnya dengan lambat, dan kemudian bertanya, "berapa saya harus membayar
untuk segelas besar susu ini ?" Wanita itu menjawab: "Kamu tidak perlu membayar
apapun". "Ibu kami mengajarkan untuk tidak menerima bayaran untuk kebaikan" kata
wanita itu menambahkan. Anak lelaki itu kemudian menghabiskan susunya dan
berkata :" Dari dalam hatiku aku berterima kasih banyak pada anda."

Setelah sekian tahun kemudian, wanita muda tersebut , menjadi tua dan
mengalami sakit yang sangat serius dan kritis. Para dokter di kota itu sudah
tidak sanggup menanganinya.

Mereka akhirnya mengirimnya ke kota besar, di mana terdapat dokter
spesialis yang mampu menangani penyakit langka tersebut. Dr. Howard Kelly
dipanggil untuk melakukan pemeriksaan. Pada saat ia mendengar nama kota asal si
wanita tersebut, terbersit seberkas pancaran aneh pada mata dokter Kelly. Segera
ia bangkit dan bergegas turun melalui hall rumah sakit, menuju kamar si wanita
tersebut.

Dengan berpakaian jubah kedokteran ia menemui si wanita itu. Ia
langsung mengenali wanita itu pada sekali pandang. Ia kemudian kembali ke ruang
konsultasi dan memutuskan untuk melakukan upaya terbaik untuk menyelamatkan
nyawa wanita itu. Mulai hari itu, Ia selalu memberikan perhatian khusus pada
kasus wanita itu.

Setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnya diperoleh
kemenangan.. . . Wanita itu sembuh..!! Dr. Kelly meminta bagian keuangan rumah
sakit untuk mengirimkan seluruh tagihan biaya pengobatan kepadanya untuk
persetujuan. .

Dr. Kelly melihatnya, dan menuliskan sesuatu pada pojok atas lembar
tagihan, dan kemudian mengirimkannya ke kamar pasien. Wanita itu takut untuk
membuka tagihan tersebut, ia sangat yakin bahwa ia tak akan mampu membayar
tagihan tersebut walaupun harus dicicil seumur hidupnya.

Akhirnya Ia memberanikan diri untuk membaca tagihan tersebut, dan ada
sesuatu yang menarik perhatiannya pada pojok atas lembar tagihan tersebut. Ia
membaca tulisan yang berbunyi..
"Telah dibayar lunas dengan segelas besar susu..." tertanda, DR Howard
Kelly. Air mata kebahagiaan membanjiri matanya. Ia berdoa: "Tuhan, terima kasih,
bahwa cintaMU telah memenuhi seluruh bumi melalui hati dan tangan manusia." (dari Bandung, seorang sahabat yang sedang sendiri)




Lanjutan...
posted by Dimas at 10:59 AM

18 December 2008

Liburan akhir Tahun

Liburan akhir tahun, mau ngapain?

Darma termangu berpikir di tengah kemacetan lalu lintas Jakarta sore hari.

Ide demi ide bermunculan, usul demi usul muncul kembali di pikiran. Mau ngapain?

Jalan2 wisata ke luar negeri? Ah .. Nilai mata uang asing sedang tinggi, mata uang kita sedang terpuruk. Semuanya menjadi serba mahal di luar negeri. Pasti nanti akan tergiur juga untuk belanja.

‘Sungguh pemborosan!!', pikirnya sambil menggosok-gosok dagu.

Jalan2 ke luar kota? Masih jelas terbayang seluk beluk jalan dengan kerlap kerlip lampu di tengah kemacetan mobil berikut orang2nya di sepanjang jalan.

‘Ah .. terlalu ramai', ujarnya sambil injak gas perlahan.

Mobil maju sedikit, lalu berhenti lagi.

Jalan2 di mal saja? Hmm... bosan, rasanya kok itu itu saja. Masak sepanjang tahun di sini saja, dari mal ke mal.


'Capek kalau 'hang out' dan 'clubbing' terus', keluhnya dalam hati sambil menoleh ke kanan, melotot pada kernet bus yang teriak-teriak minta jalan.

Darma menarik nafas panjang. Lelah dan bosan mulai menghinggap, entah oleh ulah kernet bus tadi, atau oleh gaya hidup yang selama ini dijalani, atau pula karena tidak tahu mau ke mana acara liburan akhir tahun nanti.

Secara tidak sengaja dia melirik pada kaca spion di depan, terlihat raut wajah lelah di sana. Darma mendekatkan wajahnya biar lebih jelas melihat. 'Ups!! .....', Lalu segera tarik mundur kembali menjauh dari kaca itu, seakan-akan ada sesuatu yang mengejutkan di sana. Matanya menyipit sambil melihat cermin dirinya di balik kaca itu, seakan ingin memastikan sesuatu. Kembali dia menarik nafas panjang, kali ini dia menerawang ke luar jendela mobilnya.

'Tahun ini saya sudah 30 tahun, tahun depan 31', ucapnya kecil, dalam hati.

Pikiran yang tadinya mengarah tentang tempat wisata tiba-tiba berubah menjadi wisata pikiran sendiri.

'Mau kemana hidup ini saya bawa?'.

Darma meneruskan ‘wisata pikiran'nya.

Dia baru saja selesai rapat tentang business plan tahun depan di kantor tadi, tentang target penjualan tahun 2008. Minggu depan akan ada rapat lanjutan setelah tadi masing-masing divisi diminta untuk menyusun strategi guna mencapai target tersebut.

'Lalu, apa target pribadi saya buat tahun depan? 31 tahun, bukan main. Apa target hidup saya?'.

Pikiran Darma kembali berwisata jauh menembus kemacetan menderu.

Hidup ini hanya sekali. Ibarat air, hari demi hari yang kita lalui tidak pernah akan kembali. Waktu juga tidak pernah menunggu, berjalan begitu saja tanpa peduli apa yang telah kita lakukan. Masing-masing punya tanggung jawab atas waktunya sendiri.

'Apakah saya cukup bertanggung jawab atas waktu saya sendiri?', tanyanya dalam hati.

'Apakah tujuan hidup saya sudah tercapai?'.

Tujuan hidup???!!

Tiba-tiba dia merasa kering di kerongkongan.

'Apa tujuan hidup saya?'.

Bayangan episode demi episode kehidupan muncul bergantian. Ayah, ibu, adik, teman, guru SD, SMP, SMU, kuliah, bolos, nyontek waktu ulangan, pesta hura-hura, hingga kehidupan sosial selepas jam kantor.

‘Ah ... apa tujuan hidup saya? Sekian lama saya sekolah, sekian lama saya dibimbing orangtua, kuliah susah payah, dingin menembus hujan sepulang kuliah, lembur tidak tidur berhari-hari nyusun skripsi ... masak begitu saja'.

Ada rasa mendongkol di dalam .. entah oleh karena deruman bus di samping yang tidak sabar ingin menyalip, atau karena merasa tidak bisa menjawab dirinya sendiri. Ada juga rasa kering di ujung kerongkongan.

'Apa rencana hidup selanjutnya? Apakah terus seperti sekarang ini?'.

Darma menelan ludah, sedih.

'Saya sudah tahu apa acara untuk liburan akhir tahun ini', jawabnya dalam hati.

'Sudah waktunya bagi saya untuk bertemu dengan diri sendiri, merenungi apa yang telah kujalankan selama 30 tahun ini dan berpikir tentang rencana ke depan. Apa tujuan hidup saya ini? Kemana akan kubawa hidup yang hanya sekali ini?'.

Darma terdiam sejenak sambil menatap warna langit yang mulai gelap.

'Ibarat kapal, sudah waktunya memikirkan kemana tujuan kapal ini biar tidak terombang ambing oleh ombak kehidupan. Pelabuhan mana yang akan saya tuju, agar saya tahu apa yang perlu saya lakukan untuk mencapai pelabuhan tadi ... dan yang terpenting, bagaimana saya akan menjalankannya .. mengarungi samudra kehidupan ini'.

Dia tersenyum kecil, lalu berujar pada cerminan dirinya di balik kaca spion tadi.

‘Hidup ini hanya sekali, harus dijalani dengan penuh arti'.

Lalu dia mengangguk mantap, lega dan ringan.

'Saya harus punya personal planku sendiri!! Ya .... Goal setting for my own life!!'.

Apa rencana hidupmu untuk 2008, sobatku?



Lanjutan...
posted by Dimas at 3:59 PM

15 December 2008

Anak dan orang tua

Pepatah menyatakan "Anak adalah titipan dari yang kuasa" seperti juga pujangga besar Khalil Gibran, dalam sebuah puisinya yang sangat popular menyebutkan".... Mereka adalah putra putri kehidupan. Dari kita mereka ada...tetapi mereka bukanlah milik kita.....dst .
Sesungguhnya, setiap manusia (anak atau dewasa), memiliki hak-hak yang melekat sejak dia menghirup oksigen di muka bumi ini. ". Ironisnya, banyak orang tua yang sering memperlakukan anak-anak mereka dengan semena-mena, otoriter, dengan anggapan, sampai kapanpun anakku adalah anak-anak, yang harus menuruti segala kehendak orang tua. Walaupun yang disebut anak itu mungkin saat ini telah memiliki anak-anak mereka sendiri.

Orang tua = hakim ??

Setiap anak memiliki karakter yang berbeda, maka mendidik anak adalah seni kehidupan yang sangat unik dan spesifik.

Setiap hari menyaksikan ulah anak-anak, dan begitu kenakalan terjadi, hati dan pikiran kita bereaksi, mau diapain anak ini? Cukup diberi pengertian? Atau diperingatkan keras? Atau harus dicubit? Atau .....?
Saat itulah kita siap memvonis bagai seorang hakim. Maka, emosi, kebijaksanaan dan wawasan berpikir sebagai orang tua sangat menentukan, apakah anak merasa diperlakukan secara wajar dan adil oleh orang tuanya terhadap ulah mereka.

Pada sebuah seminar, ada seorang peserta yang bertanya tentang bagaimana kami mendidik anak? Dengan cara baru atau lama? Nah lho, mendidik anak dengan cara baru? (setiap anak melakukan kesalahan, cukup diberi pengertian). Dan cara lama? Dengan pukulan atau kekerasan! Menurut saya, mendidik anak tidak ada cara baru atau lama. Karena kita yang paling tau karakter anak-anak kita, maka cara apapun, asal tidak ekstrim, tidak masalah.

Apakah dalam mendidik anak perlu dipukul? Atau tindakan fisik?

Bagi saya, bila memang diperlukan, bisa saja dilakukan pemukulan (bukan dalam taraf membahayakan). Sekali lagi, kita lah yang paling tau karakter anak sendiri, selama niatnya baik dan kemudian diberi pengertian benar, saya yakin, sebuah pendidikan tidak berbatas pada vonis pemukulan berarti tindak kekerasan dalam rumah tangga. Tetapi lebih dari itu, mendidik anak berarti menghantar mereka dalam pembentukan karakter dan kepribadian sebagai bekal menjadi diri mereka sendiri. Sehingga dikemudian hari, mereka mampu tampil sebagai pribadi yang baik, berguna bagi diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.

Karena setiap anak memiliki karakter khas yang berbeda satu sama lain, maka temukan metode dan mendidik anak sesuai dengan karakter mereka masing-masing sehingga anak tidak hanya mampu memperbaiki diri dari sebuah kesalahan tetapi juga terdorong untuk senang secara terus-menerus mengembangkan sisi baiknya.

Penutup.

Keluarga adalah basis pendidikan yang paling utama, dan orang tua merupakan figure utama pendidik dalam keluarga. Keteladanan orang tua merupakan pola pendidikan yang paling ringkas, simple dan efektif. Kasih sayang dan komunikasi antar anggota keluarga ditambah dengan contoh nyata dari figure orang tua merupakan unsur penting dalam mendidik buah hati kita. Orang tua yang luar biasa adalah orang tua yang disegani, ditaati dan diteladani oleh anak-anaknya.

Selamat mengarungi samudra pendidikan anak.
Salam sukses luar biasa !!!!






Lanjutan...
posted by Dimas at 8:46 AM